Memasuki bulan Maret, para Wajib
Pajak sedang disibukkan dengan penyusunan SPT Tahunan, karena
tanggal 31 Maret adalah batas akhir penyampaian SPT Tahunan para
Wajib Pajak. Dalam penyampaian SPT, Wajib Pajak menghitung
sendiri (self assestment) kewajiban pajaknya dan membayarkan serta
melaporkannya kepada Dirjen Pajak. Pajak memang merupakan
kewajiban bagi setiap warga negara yang memenuhi kriteria Wajib
Pajak. Bagi umat Islam, ada kewajiban lain terkait pemotongan
harta yaitu Zakat. Umat Islam tidak perlu
mempertentangkan kedua kewajiban tersebut, karena dalam sistem
ekonomi Islam dikenal dua sumber dana untuk menyelenggarakan
kegiatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat yaitu zakat dan
pajak. Zakat dan pajak, meskipun sama-sama kewajiban, tetapi
mempunyai dasar berpijak berlainan. Zakat mengacu pada ketentuan
syariat atau hukum Allah SWT baik dalam pemungutan dan penggunaannya,
sedang pajak berpijak pada peraturan perundang-undangan yang ditentukan
oleh Ulil Amri/pemerintah menyangkut pemungutan maupun penggunaannya.
Di Indonesia, kewajiban pajak telah
disosialisasikan secara masif sejak beberapa tahun lalu, begitupun
zakat telah menjadi urusan negara sejak dikeluarkannya UU Nomor
38/ 1999 yang kemudian diamandemen menjadi UU Nomor 23/2011.
Penerbitan PP Nomor 14/2014 dan Inpres Nomor 3/2014 semakin
menguatkan peran negara dalam pengatura zakat, sebagai salah satu
sumber dana untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Negara
bahkan telah mensikronkan kewajiban pajak dan zakat, dengan
melakukan pengaturan melalui UU tentang pajak maupun UU tentang
zakat, sehingga umat Islam yang menjadi Wajib Pajak mendapatkan
keringanan untuk pembayaran pajaknya.
Hal itu terlihat dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 disebutkan
bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dikurangkan
dari penghasilan bruto.
Ketentuan ini menguntungkan bagi umat
Islam, karena zakat yang dibayarkannya dapat menjadi faktor pengurang
penghasilan kena pajak, sehingga mengurangi kewajiban pajak yang
harus dibayarnya. Syaratnya, pembayaran zakatnya harus dilakukan
melalui BAZNAS, BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ) yang teregistrasi. Pembayaran zakat atas gaji karyawan
melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementerian/Lembaga dan BUMN juga
termasuk dalam insentif tersebut.
Ketentuan zakat yang menjadi
pengurang penghasilan kena pajak, tidak hanya untuk Wajib Pajak
orang pribadi pemeluk agama Islam, tetapi juga berlaku untuk zakat penghasilan
yang dibayarkan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama Islam kepada badan atau lembaga zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah. Sehingga perusahaan yang membayarkan
zakatnya melalui BAZNAS, juga dapat memanfaatkan insentif ini untuk
mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak
Badan yang pemiliknya beragama Islam.
Mekanisme zakat
sebagai pengurang pajak adalah dengan mencantumkan jumlah zakat
dalam kolom di bawah penghasilan bruto, dan selanjutnya melampirkan
Bukti Setor Zakat dari BAZNAS tingkat Pusat, Provinsi maupun
Kabupaten / Kota atau LAZ yang teregristrasi dalam laporan SPT
Muzaki.
Meskipun ketentuan pembayaran zakat
sebagai pengurang penghasilan kena pajak (penghasilan bruto) telah
berlaku sejak 2001, namun sampai saat ini masih banyak Wajib Pajak
orang pribadi pemeluk agama Islam atau pembayar zakat (muzaki) yang
belum memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto atas Pajak Penghasilan
(PPh) tersebut. Untuk itu amil zakat dan pegawai pajak di semua kantor
pelayanan diharapkan dapat memberi informasi dan penjelasan kepada para
muzaki dan Wajib Pajak yang dilayaninya.
Bagi para muzaki yang
selama ini sudah menunaikan zakatnya melalui BAZNAS dan UPZ, mari
manfaatkan ketentuan zakat pengurang penghasilan kena pajak ini
untuk membayar kewajiban pajak secara tepat dan efektif. Bahkan
bagi karyawan yang zakatnya dipotong dari gaji dan pajaknya
dibayarkan oleh perusahaan, tetap perhitungkan zakat anda sebagai
pengurang penghasilan bruto. Apabila akibat perhitungan tersebut ada
kelebihan pembayaran pajak, maka ada kebijakan Ditjen Pajak yang
menyatakan bahwa apabila ada kelebihan bayar (termasuk lebih bayar
karena pemotongan zakat), niscaya akan dilakukan pengembalian kelebihan
pembayaran pajaknya tanpa melalui pemeriksaan, tetapi cukup dengan
penelitian oleh pegawai pajak. Lampirkan Bukti Setor Zakat Anda
dalam SPT Tahunan anda, dan apabila Bukti Setor Zakat yang telah
dibayarkan selama 2015. Apabila Bukti Setor Zakat tersebut
terselip, Anda dapat meminta BAZNAS untuk mencetakkan kembali atau
Anda bisa juga mencetak sendiri BSZ tersebut dengan membuka “muzaki corner” di website BAZNAS
Dengan menunaikan zakat dan pajak
secara benar, kita telah melaksanakan kewajiban beragama dan
bernegara , sehingga insya Allah secara individu akan menambah
rezeki, mensucikan harta, menenteramkan jiwa dan secara umum
meningkatkan kemakmuran dan keberkahan bangsa.
Penulis: drh. Emmy Hamidiyah, M.Si
Anggota BAZNAS