Rabu, 13 April 2016

Zakat Melipatgandakan dan Membersihkan Uang Anda

 ZAKAT secara harfiah berarti “suci/mensucikan” dan “bertumbuh secara berlipat-ganda”. Boleh juga dikatakan, bahwa zakat adalah konsep atau cara “cuci uang dan melipagandakannya” secara luar biasa plus dengan diridhoi Allah dan menguntungkan sesama. Zakat adalah antitesis dan perlawanan total terhadap cara melipat-gandakan dan mencuci uang yang sangat merugikan bahkan mencekik sesama.
Dengan membayar zakat, maka kekayaan yang kita miliki telah dibersihkan dari hak-hak orang lain; sekaligus dengan zakat, harta yang kita miliki semakin bertumbuh berlipat ganda dan berkembang dengan keberkahan yang menyertainya, baik bagi pribadi si pemilik, keluarga, maupun masyarakat lingkungannya.
Dalam pengertian istilah (teknis terminologis) zakat adalah harta yang kita bayarkan/keluarkan untuk orang-orang/pihak-pihak tertentu yang berhak (mustahiq), yakni: kaum fakir miskin, orang-orang susah lagi terpinggirkan, dan untuk membiayai apa-apa yang menjadi kepentingan bersama.
Kesediaan berbagi (membayar zakat) merupakan salah satu rukun (pilar) dari lima rukun Islam yang paling banyak disebut dalam Qur’an (minimal 36 kali) sesudah salat, tapi sekaligus yang bernasib paling terlantar, bahkan dibanding rukun Islam yang paling mahal, yakni pergi haji ke Baitullah. Mungkin karena haji, meskipun mahal tapi ada imbalan (return)-nya yang langsung bisa dinikmati, yakni unsur traveling/rekreasi/pesiar. Sementara zakat sepenuhnya merupakan ibadah “pengeluaran (cost) murni”.

Mengapa Zakat?
Mengapa kita harus berzakat? Mengapa harus berbagi? Bukankah rizki (pengasilan/uang) yang kita peroleh adalah milik kita sendiri(?) Sepintas memang begitu. Tapi faktanya tidak seorang pun yang bisa mendapatkan pengasilan (uang) semata-mata dengan dan dari hasil kerjanya sendiri. Manusia adalah makhluk sosial, yang kehidupannya, bahkan keberadaannya di muka bumi, tidak lepas dari peran dan keterlibatan orang lain.
Bahkan untuk sekadar bisa minum seteguk air atau makan sesuap nasi pun diperlukan puluhan bahkan bisa ratusan orang di belakangnya: mulai dari tukang masak, pembuat kompor, minyak/ kayu bakar, para petani yang menanam padi, petugas irigasi yang menyediakan air dan seterusnya. Kita pun tahu bahwa kebutuhan manusia tidak hanya pangan, tapi juga sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan puluhan atau bahkan ratusan kebutuhan lainnya.
Kalau setiap orang selalu dalam kebergantungan dengan dan kepada orang lain, juga dalam mendapatkan penghasilan, maka secara moral setiap manusia yang memiliki kelebihan rizki musti siap berbagi dengan mereka yang tidak kebagian, atau kebagian terlalu sedikit sehingga kurang mencukupi kebutuhan hidupnya, bahkan dalam ukuran yang paling sederhana, yakni kaum miskin papa, atau fuqara dan masakin dan sebagainya.
Dalam kaitan ini Alqur’an menegaskan: Bahwa di dalam harta mereka yang berpunya ada hak-hak bagi mereka yang tidak berpunya, baik yang meminta-minta, maupun yang menerima apa adanya (QS/51: 19).
Masalahnya, bahwa umumnya manusia cenderung mengidap sifat kikir, enggan berbagi dengan orang lain, kecuali ada udang di balik batu, ada kepentingan pribadi di dalamnya. Di sinilah perlunya kehadiran lembaga publik yang punya daya paksa untuk hadir memastikan kewajiban berbagi (zakat, Islam) itu ditunaikan secaranya semestinya, baik dalam hal jumlah, mutu, maupun waktu dan caranya.

Zakat itu Memperkaya
Banyak orang merasa takut berkurang kekayaannya, bahkan ada yang dibayangi rasa takut jatuh miskin, karena bersedekah atau berzakat. Sepintas ketakutan itu masuk akal. Akan tetapi logika itu banyak melesetnya. Sedekah atau zakat rupanya punya logikanya sendiri. Faktanya, hampir tidak pernah terberitakan bahwa ada dermawan yang jatuh miskin atau tersungkur dalam kebangkrutan, karena kedermawanannya. Yang terjadi justru sebaliknya; para dermawan, atau filantrop, bukan saja tetap kaya, tapi bahkan semakin bertambah kaya dan kaya, plus bonus dicintai, dihormati, dipuja dan puji oleh sesama, karena sedekah besar-besaran yang mereka keluarkan.
Bahkan dalam logika ajaran Islam, dan saya yakin logika semua ajaran-ajaran agama dan piwulang mulia lainnya, para dermawan berhak mendapatkan reward (imbalan/ pahala) yang tidak terhingga. Dalam al-Qur’an jelas-jelas dijanjikan, “Bahwa sedekah atau infak untuk kebaikan bagi sesama balasan minimal adalah 10 kali lipat; bahkan bisa sampai dengan 700 kali lipat, atau lebih banyak lagi sesuka Allah yang Maha Kaya dan Maha Pemurah.
Dalam Qur’an eksplisit dikatakan: Perumpamaan orang yang berinfak di jalan Allah (untuk Kebaikan bagi sesama) tak ubahnya seperti layaknya orang yang menanam biji gandum/ padi yang akan menghasilkan tujuh tangkai, setiap
tangkai memberikan 100 biji, dan Allah berkenan untuk melipat-gandakan balasannya lebih banyak lagi seturut kemauan-Nya. )QS/2: 61)
Maka, sangat valid untuk dikatakan: Jika Anda ingin  kaya dan menjadi semakin kaya, dan berlipat-ganda kekayaannya, maka jalan yang paling terpercaya seperti dijanjikan oleh-Nya adalah: Bersedekahlah, Berzakatlah!!! Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Oleh :
Masdar Farid Mas’udi
Anggota BAZNAS , Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Rais Syuriah PBNU

0 komentar:

Posting Komentar

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut