Rabu, 13 April 2016

Zakat Pengurang Penghasilan Kena Pajak

http://pusat.baznas.go.id/wp-content/uploads/2016/03/zakat-pengurang-penghasilan.jpgMemasuki   bulan  Maret,    para  Wajib  Pajak  sedang  disibukkan  dengan  penyusunan  SPT Tahunan, karena  tanggal  31 Maret  adalah batas akhir penyampaian  SPT Tahunan  para  Wajib Pajak.  Dalam  penyampaian  SPT,  Wajib  Pajak menghitung  sendiri  (self assestment) kewajiban pajaknya dan membayarkan serta  melaporkannya kepada  Dirjen  Pajak.  Pajak  memang  merupakan kewajiban  bagi  setiap warga  negara  yang memenuhi  kriteria  Wajib  Pajak.  Bagi  umat  Islam, ada kewajiban  lain terkait  pemotongan  harta  yaitu Zakat.  Umat   Islam  tidak perlu mempertentangkan kedua kewajiban  tersebut, karena  dalam sistem ekonomi  Islam dikenal  dua sumber dana untuk  menyelenggarakan  kegiatan pembangunan  dan kesejahteraan rakyat  yaitu  zakat dan pajak.  Zakat dan pajak, meskipun sama-sama kewajiban, tetapi  mempunyai dasar berpijak berlainan. Zakat mengacu pada ketentuan syariat  atau hukum Allah SWT baik dalam pemungutan dan penggunaannya, sedang pajak berpijak pada peraturan perundang-undangan yang ditentukan oleh Ulil Amri/pemerintah menyangkut  pemungutan maupun penggunaannya.
Di Indonesia,  kewajiban  pajak telah disosialisasikan secara  masif sejak beberapa tahun  lalu,  begitupun zakat  telah  menjadi  urusan  negara  sejak  dikeluarkannya  UU  Nomor 38/ 1999   yang kemudian diamandemen menjadi  UU Nomor 23/2011.  Penerbitan  PP  Nomor 14/2014  dan Inpres  Nomor 3/2014 semakin  menguatkan   peran negara  dalam pengatura zakat, sebagai  salah satu  sumber  dana untuk mengurangi  kemiskinan  di Indonesia.   Negara  bahkan  telah mensikronkan  kewajiban pajak  dan zakat, dengan melakukan  pengaturan  melalui  UU tentang pajak maupun UU  tentang zakat,  sehingga  umat  Islam  yang menjadi  Wajib  Pajak   mendapatkan  keringanan untuk pembayaran  pajaknya.
Hal  itu  terlihat  dalam  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan  yang  telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010  disebutkan  bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dikurangkan dari penghasilan bruto.
Ketentuan ini  menguntungkan bagi umat Islam, karena  zakat yang dibayarkannya dapat menjadi faktor pengurang penghasilan kena pajak, sehingga  mengurangi  kewajiban  pajak yang harus dibayarnya. Syaratnya, pembayaran zakatnya  harus dilakukan melalui  BAZNAS, BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang teregistrasi.  Pembayaran zakat atas gaji karyawan melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementerian/Lembaga dan BUMN juga termasuk  dalam insentif tersebut.
Ketentuan  zakat  yang menjadi  pengurang penghasilan  kena  pajak,    tidak hanya untuk  Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam, tetapi juga berlaku untuk zakat penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan atau lembaga zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Sehingga  perusahaan  yang membayarkan  zakatnya melalui BAZNAS,  juga dapat memanfaatkan insentif  ini untuk mengurangi  jumlah pajak  yang harus  dibayarkan oleh  Wajib  Pajak  Badan yang pemiliknya   beragama  Islam.

Mekanisme  zakat  sebagai pengurang pajak  adalah dengan mencantumkan  jumlah  zakat  dalam kolom di bawah penghasilan  bruto, dan selanjutnya melampirkan  Bukti  Setor  Zakat  dari BAZNAS tingkat Pusat,  Provinsi  maupun Kabupaten / Kota  atau LAZ  yang teregristrasi  dalam  laporan SPT  Muzaki.
Meskipun  ketentuan  pembayaran zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (penghasilan bruto) telah berlaku sejak 2001,  namun  sampai saat ini masih banyak Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau pembayar zakat (muzaki) yang belum memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto atas Pajak Penghasilan (PPh) tersebut. Untuk itu amil zakat dan pegawai pajak di semua kantor pelayanan diharapkan dapat memberi informasi dan penjelasan kepada para muzaki dan Wajib Pajak yang dilayaninya.
Bagi  para muzaki yang selama  ini  sudah menunaikan  zakatnya melalui  BAZNAS dan UPZ,  mari manfaatkan  ketentuan zakat  pengurang penghasilan  kena pajak  ini untuk  membayar kewajiban  pajak secara  tepat  dan efektif.   Bahkan  bagi  karyawan yang  zakatnya  dipotong dari gaji  dan  pajaknya dibayarkan  oleh perusahaan,   tetap perhitungkan  zakat  anda  sebagai  pengurang penghasilan bruto. Apabila  akibat perhitungan  tersebut ada  kelebihan pembayaran pajak,  maka ada kebijakan Ditjen Pajak yang menyatakan  bahwa  apabila  ada  kelebihan bayar (termasuk lebih bayar karena pemotongan zakat), niscaya akan dilakukan pengembalian kelebihan pembayaran pajaknya tanpa melalui pemeriksaan, tetapi cukup dengan penelitian oleh pegawai pajak.  Lampirkan  Bukti Setor  Zakat  Anda  dalam  SPT  Tahunan anda,  dan  apabila  Bukti Setor Zakat  yang telah dibayarkan  selama  2015.  Apabila   Bukti Setor Zakat tersebut  terselip, Anda  dapat meminta  BAZNAS  untuk mencetakkan kembali  atau  Anda bisa  juga mencetak sendiri  BSZ  tersebut  dengan  membuka  “muzaki corner”  di  website  BAZNAS
Dengan  menunaikan  zakat  dan  pajak  secara  benar,   kita  telah  melaksanakan  kewajiban  beragama dan bernegara ,  sehingga  insya  Allah   secara  individu  akan   menambah  rezeki,  mensucikan  harta, menenteramkan  jiwa  dan  secara  umum  meningkatkan kemakmuran  dan keberkahan  bangsa.

 Penulis: drh. Emmy Hamidiyah, M.Si
Anggota BAZNAS

Zakat Melipatgandakan dan Membersihkan Uang Anda

 ZAKAT secara harfiah berarti “suci/mensucikan” dan “bertumbuh secara berlipat-ganda”. Boleh juga dikatakan, bahwa zakat adalah konsep atau cara “cuci uang dan melipagandakannya” secara luar biasa plus dengan diridhoi Allah dan menguntungkan sesama. Zakat adalah antitesis dan perlawanan total terhadap cara melipat-gandakan dan mencuci uang yang sangat merugikan bahkan mencekik sesama.
Dengan membayar zakat, maka kekayaan yang kita miliki telah dibersihkan dari hak-hak orang lain; sekaligus dengan zakat, harta yang kita miliki semakin bertumbuh berlipat ganda dan berkembang dengan keberkahan yang menyertainya, baik bagi pribadi si pemilik, keluarga, maupun masyarakat lingkungannya.
Dalam pengertian istilah (teknis terminologis) zakat adalah harta yang kita bayarkan/keluarkan untuk orang-orang/pihak-pihak tertentu yang berhak (mustahiq), yakni: kaum fakir miskin, orang-orang susah lagi terpinggirkan, dan untuk membiayai apa-apa yang menjadi kepentingan bersama.
Kesediaan berbagi (membayar zakat) merupakan salah satu rukun (pilar) dari lima rukun Islam yang paling banyak disebut dalam Qur’an (minimal 36 kali) sesudah salat, tapi sekaligus yang bernasib paling terlantar, bahkan dibanding rukun Islam yang paling mahal, yakni pergi haji ke Baitullah. Mungkin karena haji, meskipun mahal tapi ada imbalan (return)-nya yang langsung bisa dinikmati, yakni unsur traveling/rekreasi/pesiar. Sementara zakat sepenuhnya merupakan ibadah “pengeluaran (cost) murni”.

Mengapa Zakat?
Mengapa kita harus berzakat? Mengapa harus berbagi? Bukankah rizki (pengasilan/uang) yang kita peroleh adalah milik kita sendiri(?) Sepintas memang begitu. Tapi faktanya tidak seorang pun yang bisa mendapatkan pengasilan (uang) semata-mata dengan dan dari hasil kerjanya sendiri. Manusia adalah makhluk sosial, yang kehidupannya, bahkan keberadaannya di muka bumi, tidak lepas dari peran dan keterlibatan orang lain.
Bahkan untuk sekadar bisa minum seteguk air atau makan sesuap nasi pun diperlukan puluhan bahkan bisa ratusan orang di belakangnya: mulai dari tukang masak, pembuat kompor, minyak/ kayu bakar, para petani yang menanam padi, petugas irigasi yang menyediakan air dan seterusnya. Kita pun tahu bahwa kebutuhan manusia tidak hanya pangan, tapi juga sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan puluhan atau bahkan ratusan kebutuhan lainnya.
Kalau setiap orang selalu dalam kebergantungan dengan dan kepada orang lain, juga dalam mendapatkan penghasilan, maka secara moral setiap manusia yang memiliki kelebihan rizki musti siap berbagi dengan mereka yang tidak kebagian, atau kebagian terlalu sedikit sehingga kurang mencukupi kebutuhan hidupnya, bahkan dalam ukuran yang paling sederhana, yakni kaum miskin papa, atau fuqara dan masakin dan sebagainya.
Dalam kaitan ini Alqur’an menegaskan: Bahwa di dalam harta mereka yang berpunya ada hak-hak bagi mereka yang tidak berpunya, baik yang meminta-minta, maupun yang menerima apa adanya (QS/51: 19).
Masalahnya, bahwa umumnya manusia cenderung mengidap sifat kikir, enggan berbagi dengan orang lain, kecuali ada udang di balik batu, ada kepentingan pribadi di dalamnya. Di sinilah perlunya kehadiran lembaga publik yang punya daya paksa untuk hadir memastikan kewajiban berbagi (zakat, Islam) itu ditunaikan secaranya semestinya, baik dalam hal jumlah, mutu, maupun waktu dan caranya.

Zakat itu Memperkaya
Banyak orang merasa takut berkurang kekayaannya, bahkan ada yang dibayangi rasa takut jatuh miskin, karena bersedekah atau berzakat. Sepintas ketakutan itu masuk akal. Akan tetapi logika itu banyak melesetnya. Sedekah atau zakat rupanya punya logikanya sendiri. Faktanya, hampir tidak pernah terberitakan bahwa ada dermawan yang jatuh miskin atau tersungkur dalam kebangkrutan, karena kedermawanannya. Yang terjadi justru sebaliknya; para dermawan, atau filantrop, bukan saja tetap kaya, tapi bahkan semakin bertambah kaya dan kaya, plus bonus dicintai, dihormati, dipuja dan puji oleh sesama, karena sedekah besar-besaran yang mereka keluarkan.
Bahkan dalam logika ajaran Islam, dan saya yakin logika semua ajaran-ajaran agama dan piwulang mulia lainnya, para dermawan berhak mendapatkan reward (imbalan/ pahala) yang tidak terhingga. Dalam al-Qur’an jelas-jelas dijanjikan, “Bahwa sedekah atau infak untuk kebaikan bagi sesama balasan minimal adalah 10 kali lipat; bahkan bisa sampai dengan 700 kali lipat, atau lebih banyak lagi sesuka Allah yang Maha Kaya dan Maha Pemurah.
Dalam Qur’an eksplisit dikatakan: Perumpamaan orang yang berinfak di jalan Allah (untuk Kebaikan bagi sesama) tak ubahnya seperti layaknya orang yang menanam biji gandum/ padi yang akan menghasilkan tujuh tangkai, setiap
tangkai memberikan 100 biji, dan Allah berkenan untuk melipat-gandakan balasannya lebih banyak lagi seturut kemauan-Nya. )QS/2: 61)
Maka, sangat valid untuk dikatakan: Jika Anda ingin  kaya dan menjadi semakin kaya, dan berlipat-ganda kekayaannya, maka jalan yang paling terpercaya seperti dijanjikan oleh-Nya adalah: Bersedekahlah, Berzakatlah!!! Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Oleh :
Masdar Farid Mas’udi
Anggota BAZNAS , Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Rais Syuriah PBNU

Senin, 04 April 2016

Photo Bantuan Korban Bencana

Photo GATT

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut